Beberapa waktu belakangan, penduduk di kawasan Teluk seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab dipusingkan dengan badai debu. Tidak hanya menyirami rumah-rumah mereka dengan pasir, dan membuat langit kelabu, badai juga mengganggu sinyal telekomunikasi dan menimbulkan masalah kesehatan.
Namun di balik itu semua, sesungguhnya badai debu sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan bumi, terutama laut. Hal ini ditegaskan oleh hasil penemuan seorang ilmuan dari Universitas Uni Emirat Arab.
Dr. Waleed Hamza, Kepala Departemen Biologi Universitas UAE, mengatakan bahwa badai merupakan transportasi vital pengiriman nutrisi dari daratan ke lautan, yang menjadi basis ekosistem laut yang produktif.
"Teluk Arab secara biologi dikenal sebagai badan air yang produktif, tapi tidak ada yang tahu dari mana datangnya nutrisi yang diperlukan," katanya seperti dikutip The National (3/7).
Biasanya, kesuburan laut tergantung dari nutrisi yang didapat dari darat lewat aliran sungai atau hujan. Zat-zat gizi itu diperlukan laut untuk pertumbuhan bakteri dan ganggang, yang menjadi komponen utama rantai makanan dalam ekosistem laut. Sementara Teluk Arab sangat sedikit mendapatkan air sungai dan jarang terjadi hujan.
Sepertinya, peranan untuk membawa nutrisi ke laut digantikan oleh angin. Demikian kata Dr. Hamza yang akan mempresentasikan temuannya di International Congress on Environmental Modelling and Software di Kanada, Kamis mendatang.
Dr. Hamza bersama dengan para ilmuan dari Universitas Max Planc, Jerman, mencatat frekuensi dan intensitas badai yang terjadi di Uni Emirat Arab selama 12 bulan, dimulai dari Oktober 2008. Mereka juga mengumpulkan 172 sampel dari seluruh badai debu. Berdasarkan data itu mereka bisa memperkirakan jumlah debu pasir yang diterbangkan ke Teluk Arab setiap tahunnya, yaitu sekitar 5,5 juta ton.
"Itu artinya, setelah 20 hingga 40 tahun, Teluk akan penuh," kata Dr. Hamza.
Partikel-partikel yang diteliti diukur dengan satuan mikron. Satu mikron sama dengan 1/1.000.000 meter atau 1/25.000 inci.
Tapi dengan ukuran yang hanya 10 hingga 25 mikron, partikel-partikel debu yang dihembuskan ke Teluk Arab sangatlah lembut, dan sebagian besarnya akan terseret arus laut. Meskipun demikian, hal itu cukup untuk memberikan efek terhadap komposisi kimia air laut.
"Kami menemukan, debu-debu ini memperkaya Teluk Arab dengan banyak zat besi, fosfor dan nitrogen," jelas Dr. Hamza.
Sampel debu diambil dari berbagai pasir dan bebatuan yang terdapat antara lain di Empty Quarter, Gunung Hajar dan sabkha yang kaya mineral di pantai Abu Dhabi. Sabkha adalah dataran yang terletak di antara gurun pasir dan laut, yang terbentuk di tepian laut dangkal dan kering karena penguapan air. Sabkha banyak terdapat di kawasan pantai Afrika Utara dan Arab.
Setelah diteliti, sampel-sampel itu ternyata mengandung zat besi, fosfor, nitrogen, belerang dan nikel. Zat-zat nutrisi itu akan larut ke dalam air bersama dengan partikel debu yang terbawa arus. Semakin dalam partikel debu tenggelam, semakin dalam pula larutan gizi itu meresap ke lautan.
Hasil penelitian Dr. Hamza yang dipublikasikan pada tahun 2008 menunjukkan, nutrisi yang dibawa partikel debu merangsang pertumbuhan ganggang laut.
Ia juga akan melanjutkan penelitiannya atas bakteria laut.
"Sebagai langkah selanjutnya, kami berusaha untuk melihat bagaimana bakteria membawa materi-materi ini dan mengubahnya menjadi karbon organik, serta bagaimana mereka masuk ke dalam sistem sehingga bisa meningkatkan produktivitasnya."
Temuan Dr. Hamza itu sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh ilmuan Inggris pada tahun 2006. Mereka ketika itu menegaskan bahwa debu dari Gurun Sahara, sekitar 500 juta ton setahun, menyuburkan samudera Atlantik, sehingga menghasilkan plankton dalam jumlah yang sangat banyak.
Dr. Faiza Al-Yamani dari Kuwait Institute for Scientific Research juga telah lama meneliti hubungan antara angin dan kesuburan Teluk Arab.
Dalam paper yang diterbitkan bulan ini di Journal of Marine Systems, Dr. Al-Yamini bersama dengan beberapa koleganya beranggapan, tingginya pemupukan oleh debu kemungkinan memberikan kontribusi atas melimpahnya jumlah ganggang laut pada tahun 2008.
Fenomena melimpahnya ganggang laut di Teluk Arab itu dikenal dengan gelombang pasang merah, karena warna laut di Furaijah dan Khor Fakkah dipenuhi oleh ganggang berwarna merah. Kondisi tersebut sempat mengganggu industri perikanan Uni Emirat Arab dan desalinasi tanaman dari bulan Agustus 2008 hingga Maret 2009.
Dr. Hamza memberikan pendapat serupa tentang fenomena itu. "Tahun 2008, kita mengalami badai debu yang paling intensif di negara ini dalam 10 tahun," katanya. "Tingginya input debu dan tingginya intensitas angin berarti bahwa sirkulasi air membawa kista (benih) ganggang naik ke permukaan, di mana banyak terdapat nutrisi." Benih-benih ganggang biasanya mengendap di dasar laut, menunggu kondisi yang memungkinkan untuk tumbuh.
Dr. Anbiah Rajan, peneliti kehidupan laut dari Dinas Lingkungan Hidup Abu Dhabi, mengatakan belum bisa memberi komentar atas temuan Dr. Hamza, hingga dipublikasikan di jurnal ilmiah. Tapi ia menegaskan, berdasarkan penelitiannya sendiri, memang tampak ada hubungan antara badai debu dengan melimpahnya Cyanobacteria, atau yang lebih dikenal dengan ganggang biru-hijau.
Sungguh tidak ada yang sia-sia dari ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Angin yang seringkali dianggap manusia sebagai pembawa bencana, pasir yang kerap membuat mata perih, ternyata menjaga kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Minggu, 04 Juli 2010
Badai Debu Memberi Gizi Kepada Laut
Share
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar