Halaman

Senin, 20 September 2010

BIOGRAFI IBNU HAJAR AL ATSQALANI (773-852H)

Share

Syaikhul Islam, pemegang bendera sunnah, pemimpin makhluq, Qadhi Al-Qudhat, Abu Al-Fadhl. Ayahnya adalah salah seorang ahli di bidang fiqh, bahasa Arab, qira’ah, dan sastra, cerdas, terhormat dan disegani. Ia pernah menjabat sebagai qadhi, suka menulis, dan profesional dalam hal mengajar dan berfatwa.
Imam Ibnu Hajar dilahirkan pada tanggal 12 Sya’ban 773 H. di Mesir. Ia tumbuh besar di Mesir setelah ibunya meninggal, lalu ia dipelihara oleh bapaknya dengan penuh penjagaan dan perlindungan yang ketat. Bapaknya tidak pernah membawanya ke maktab (tempat belajar anak-anak) kecuali setelah ia berumur lima tahun.Perjalanan Ilmiah

Perjalanan hidup al-Hafih sangatlah berkesan. Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al Qur’an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Qur’an ketika genap berusia sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al ‘Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.

Semangat dalam menggali ilmu, beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri. Semua itu dikunjungi untuk menimba ilmu. Negeri-negeri yang pernah beliau singgahi dan tinggal disana, di antaranya:

1. Dua tanah haram, yaitu Makkah dan Madinah. Beliau tinggal di Makkah al Mukarramah dan
shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Yaitu pada umur 12 tahun. Beliau mendengarkan Shahih Bukhari di Makkah dari Syaikh al Muhaddits (ahli hadits) ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki Rahimahullah. Dan Ibnu Hajar berulang kali pergi ke Makkah untuk melakukah haji dan umrah.

2. Dimasyq (Damaskus). Di negeri ini, beliau bertemu dengan murid-murid ahli sejarah dari kota Syam, Ibu ‘Asakir Rahimahullah. Dan beliau menimba ilmu dari Ibnu Mulaqqin dan al-Bulqini.

3. Baitul Maqdis, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus, Khalil, Ramlah dan Ghuzzah. Beliau bertemu dengan para ulama di tempat-tempat tersebut dan mengambil manfaat.

4. Shana’ dan beberapa kota di Yaman dan menimba ilmu dari mereka.

Semua ini, dilakukan oleh al Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil ilmu langsung dari ulama-ulama besar. Dari sini kita bisa mengerti, bahwa guru-guru al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqlani sangat banyak, dan merupakan ulama-ulama yang masyhur. Bisa dicatat, seperti: ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki (wafat 790 H), Muhammad bin ‘Abdullah bin Zhahirah al Makki (wafat 717 H), Abul Hasan al Haitsami (wafat 807 H), Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), Sirajuddin al Bulqini Rahimahullah (wafat 805 H) dan beliaulah yang pertama kali mengizinkan al Hafizh mengajar dan berfatwa. Kemudian juga, Abul-Fadhl al ‘Iraqi (wafat 806 H) –beliaulah yang menjuluki Ibnu Hajar dengan sebutan al Hafizh, mengagungkannya dan mempersaksikan bahwa Ibnu Hajar adalah muridnya yang paling pandai dalam bidang hadits-, ‘Abdurrahim bin Razin Rahimahullah –dari beliau ini al Hafizh mendengarkan shahih al Bukhari-, al ‘Izz bin Jama’ah Rahimahullah, dan beliau banyak menimba ilmu darinya. Tercatat juga al Hummam al Khawarizmi Rahimahullah. Dalam mengambil ilmu-ilmu bahasa arab, al Hafizh belajar kepada al Fairuz Abadi Rahimahullah, penyusun kitab al Qamus (al Muhith-red), juga kepada Ahmad bin Abdurrahman Rahimahullah. Untuk masalah Qira’atus-sab’ (tujuh macam bacaan al Qur’an), beliau belajar kepada al Burhan at-Tanukhi Rahimahullah, dan lain-lain, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam berbagai cabang ilmu, khususnya fiqih dan hadits.

Jadi, al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani mengambil ilmu dari para imam pada zamannya di kota Mesir, dan melakukakan rihlah (perjalanan) ke negeri-negeri lain untuk menimba ilmu, sebagaimana kebiasaan para ahli hadits.

Layaknya sebagai seorang ‘alim yang luas ilmunya, maka beliau juga kedatangan para thalibul ‘ilmi (para penuntut ilmu, murid-red) dari berbagai penjuru yang ingin mengambil ilmu dari beliau, sehingga banyak sekali murid beliau. Bahkan tokoh-tokoh ulama dari berbagai madzhab adalah murid-murid beliau. Yang termasyhur misalnya, Imam ash-shakhawi (wafat 902 H), yang merupakan murid khusus al Hafizh dan penyebar ilmunya, kemudian al Biqa’i (wafat 885 H), Zakaria al-Anshari (wafat 926 H), Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H), Ibnu Fahd al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Karya-Karyanya

Kepakaran al-Hafiz Ibnu Hajar sangat terbukti. Beliau mulai menulis pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai mendekati ajalnya. Beliau mendapatkan kurnia Allah Ta’ala di dalam karya-karyanya, yaitu keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang lain. Oleh karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat islam dan tersebar luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar Rahimahullah. Bahkan sampai sekarang, kita dapati banyak peneliti dan penulis bersandar pada karya-karya beliau Rahimahullah.

Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad-Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.

Bahkan menurut muridnya, iaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).

Beliau Menjadi Qadhi (Hakim Islam)
Ia teguh pendiriannya untuk tidak terlibat dalam dunia peradilan, sehingga ketika Al-Shadr Al-Munawi menawarkan kepadanya untuk menggantikan posisinya sebagai qadhi ia menolaknya, namun kemudian Sultan Al-Muayyad menyerahkan kepadanya peradilan dalam bidang tertentu, yang kemudian jabatan itu diminta oleh Jalaluddin Al-Bulqini, maka diserahkannya. Justru hal itu mendatangkan tawaran untuk mengganti posisi orang yang lain lagi. Kemudian la mendapat tawaran untuk menjabat Qadhi Akbar (Hakim Agung), maka akhirnya ia dilantik sebagai Hakim Agung pada hari Sabtu, 12 Muharram 827 H dalam upacara yang meriah. Akan tetapi ia kemudian menyesal dengan jabatan itu, dan penyesalannya bertambah ketika para penguasa tidak membedakan antara orang yang memiliki keutamaan dengan yang lain. Mereka mencela tanpa batas apabila usulan mereka ditolak, tanpa melihat kebenaran dan kesalahan usulan tersebut. Bahkan mereka memusuhi karenanya. Sehubungan dengan hal itu, maka seorang qadhi harus bisa membujuk orang kecil dan orang besar, yang menyebabkan bahwa dengan mengikuti keinginan mereka berarti ia telah melukai dirinya. Maka kemudian ia meninggalkan dunia peradilan setelah digelutinya selama satu tahun, yaitu tepatnya pada tanggal 7 atau 8 Dzul Qa’dah 828 H. Kemudian ia diangkat kembali dalam jabatan yang sama pada tanggal 2 Rajab 828 H. Berita kembalinya ia menjadi hakim disambut dengan gembira oleh seluruh manusia, karena kecintaan mereka sedemikian besar, bahkan kali ini wilayah kerjanya ditambah dengan negara-negara Syam. Jabatan ini diakhiri dengan pengunduran dirinya pada ahad Kamis tanggal 16 Shafar 833 H. Kemudian ia diangkat kembali untuk yang kesekian kalinya pada tanggal 26 Jumadil Ula 834 H. Jabatan yang terakhir ini ia geluti sampai hari Kamis tanggal 5 Syawal 840 H. Dan akhirnya ia mengundurkan diri pada hari Senin tanggal 15 Dzul Qa’dah 846 H, karena ia memutuskan hukum tidak sesuai dengan kehendak Sultan. Kemudian Sultan memanggilnya, maka ia menjelaskan argumentasinya, sehingga ia kembali diangkat dalam jabatan tersebut hingga akhirnya ia melakukan ‘uzlah (mengasingkan diri) pada tanggal 8 Muharram 849 H, karena adanya fitnah atas dirinya yang sampai kepada Sultan. Kemudian ia diangkat kembali dalam jabatannya pada tanggal 5 Shafar 850 H hingga ia tersisihkan pada akhir bulan Dzul Hijjah 850 H. Kemudian diangkat kembali pada tanggal 8 Rabi’ul Tsani 852 H, hingga tersisihkan kembali dan dipecat dari jabatan tersebut setelah tujuh puluh hari. Maka kemudian ia zuhud dengan sempurna karena banyaknya fitnah dan kesusahan dalam jabatan itu.
Wafatnya

Ibnu Hajar wafat pada 28 Zulhijjah 852 H di Mesir, setelah kehidupannya dipenuhi dengan ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amal soleh. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-Shugra. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas, memaafkan dan mengampuninya dengan kurnia dan kemurahanNya.

Demikian perjalanan singkat al-Hafiz Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Semoga kita dapat mengambil manfaat, kemudian memotivasi kita untuk selalu menggali ilmu dan beramal soleh. Wallahua’lam.

SUMBER:-FATWASYAFII.WORDPRESS.COM
-FATWAULAMA.BLOGSPOT.COM




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...